Posted in Uncategorized

Kesultanan Banten dari Awal Hingga Akhir

Kesultanan Banten adalah kerajaan Islam di Tatar Pasundan, Provinsi Banten, Indonesia. Setelah penaklukan beberapa kawasan pelabuhan yang dipimpin oleh kedua kerajaan yaitu kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak, Maulana Hasan yang merupakan putera dari Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Maulana Hasanuddin selanjut mulai mengembangkan daerah penaklukan tersebut menjadi benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan yang kemudian menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang sudah berdiri sendiri. Maulana Hasanuddin membangun kompleks istana yang diberi nama keraton Surosowan pada tahun 1522. Pada masa tersebut juga Maulana Hasanuddin membangun masjid agung, alun-alun, pasar, dan masjid di kawasan Pacitan. Arya Surajaya yang merupakan putra dari Sang Surosowan dan paman dari Maulana Hasanuddin, setelah meninggalnya Sang Surosowan pada tahun 1519 menjadi penguasa di Wahanten Pasisir.

Dalam sejarah Banten mencatat bahwa ketika pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon mencapi Wahanten Girang, Ki Jongo yang merupakan seorang kepala prajurit penting yang dengan sukarela memihak kepada Maulana Hasanuddin. Sumber-sumber lisan dan tradisional mengatakan bahwa pucuk umum atau penguasa Banteng Girang yang terusik dengan banyaknya aktifitas dakwah Maulana Hasanuddin yang berhasil mendapatkan simpati dari masyarakat dan termasuk masyarakat dari perdalaman Wahanten yang merupakan wilayah kekuasaan Wahanten Girang, sehingga penguasa Arya Suranggana meminta Maulana Hasanuddin agar menghentikan semua aktivitas dakwahnya dan menantangnya sabung ayam (adu ayam) dengan syarat jika sabung ayam dimenangkan oleh Arya Suranggana maka Maulana Hasanuddin harus menghentikan semua aktifitas dakwahnya. Maulana Hasanuddin yang menerima tantangan tersebut akhirnya memenangkan Sabung ayam tersebut dan berhak melanjutkan aktifitas dakwahnya.

Sejarah Kesultanan Banten dari Awal Hingga Akhir

Arya Suranangga dan semua masyarakat yang menolak untuk masuk Islam kemudian memilih masuk ke hutan di wilayah Selatan. Maulana Hasanuddin atas petunjuk dari Sunan Gunung Jati yang merupakan ayahnya akhirnya memindahkan pusat pemerintahan Wahanten Girang ke pesisir, tepatnya di kompleks Surosowan sekaligus membangun kota pesisir. Pada masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa yang berkuasa dari tahun 1651-1682, Kesultanan Banten dipandang sebagai masa kejayaannya. Pada masa tersebut Kesultanan Banten menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting. Kesultanan Banten pada masa itu memiliki armada yang sangat kuat, yang dibangun atas contoh dari Eropa, serta dengan mengupah orang Eropa bekerja kepada Banten. Kesultanan Banten pada masa tersebut berusaha agar keluar dari tekanan yang dilakukan oleh VOC dengan cara melakukan blokade atas semua kapal-kapal dagang yang akan menuju ke Banten.

Banteng pada sekitar tahun 1680 mengalami perselisihan yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan antar Sultan Ageng dengan putranya sendiri yaitu Sultan Haji. Perpecahan antara ayah dan putranya sendiri akhirnya dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dengan memihak Sultan Haji. Perang saudara antara Sultan Ageng (ayah) dan Sultan Haji (anak) dimenangkan oleh Sultan Haji. Sultan Haji yang mendapat bantuan dari VOC mesti memberikan kompensasi kepada VOC dengan memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Sultan Haji yang meninggal pada tahun 1687 diganti oleh Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya dan berkuasa sekitar tiga tahun. Selanjutnya kepemimpinan Banten diganti oleh Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin yang kemudian gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.

Gubenur Jenderal Hindia Belanda yang bernama Herman Willem Daendels, pada tahun 1808 memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Gubenur Daendels memerintahkan kepada Sultan Banten agar memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan seperti yang telah direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan Banten menolak perintah dari Daendels, Gubenur tersebut akhirnya memerintahkan penyerangan terhadap Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan Banten dalam penyerangan tersebut mengalami kekalahan dan ditawan serta diasingkan ke Batavia. Gubenur Daendels pada tahun 1813 resmi mengumumkan Kesultanan Banten telah menjadi wilayah Hindia Belanda dan Kesultanan Banten resmi dihapuskan. Pengumuman tersebut merupakan akhir dari Kesultanan Banten.