Posted in Uncategorized

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kemaharajaan bahari yang belum banyak bukti fisik mengenai keberadaan mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan dan tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya dalam sejarah Indonesia, dimana masa lalu Sriwijaya terlupakan dan dibentuk kembali oleh seorang sejarawan asing yang berasal dari Perancis. Di Indonesia sendiri tidak ada orang Indonesia modern yang pernah mendengar tentang Sriwijaya sampai tahun 1920-an, sampai ketika seorang sejarawan asal Perancis bernama George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. George Cœdès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts`i” (sebelumnya dibaca “Sribhoja”) dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Terdapat dua macam sumber utama yang diperoleh dalam menyusun Historiografi Sriwijaya, yaitu dari catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan, serta dari catatan perjalanan seorang pendeta atau bhiksu peziarah yang bernama I Ching sangat penting, dalam catatan tersebut menjelaskan bagaimana kondisi Sriwijaya ketika dirinya mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Penemuan prasasti-prasasti siddhayatra pada abad ke-7 di Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan salah satu sumber sejarah primer penting dalam menyusun Historiografi Sriwijaya. Penemuan perahu kuno oleh Balai Arkeologi Palembang di sebuah Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Penemuan perahu kuno, disayangkan kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat jembatan. Perahu kuno tersebut dibuat dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang mengunakan tali ijuk, cara pembuatan ini sendiri dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Kerajaan Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal dan kerajaan terbesar di Nusantara. Pada abad ke-20, kerajaan tersebut menjadi referensi oelh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelum kolonialisme Belanda.