Sejarah Aceh dicatat juga pernah mengalami masa berkembangnya agama Hindu dan Buddha yang datang dari daratan Benua Asia Selatan atau India. Pada saat itu di Aceh diwarnai dengan adanya beberapa kerajaan-kerajaan yang berdasarkan agama tersebut seperti Kerajaan Indrapatra, Kerajaan Indrapuri, dan Kerajaan Indrapurwa. Semua kerajaaan tersebut semuanya berada di Aceh Besar yang menganut kepercayaan Hindu dan dipengaruhi oleh India. Kerajaan-kerajaan Aceh juga pernah berjaya di Nusantara ribuan tahun lalu seperti Kerajaan Sriwijaya. Dalam sebuah buku kronik kerajaan Liang dan kerajaan Sui di Tiongkok pernah mencatat bahwa sekitar tahun 506 sampai 581 Masehi terdapat sebuah kerajaan Poli yang wilayah kekuasaannya meliputi Aceh Besar.
Selanjutnya dalam sumber sejarah Tiongkok lainnya pernah disebut bahwa dengan nama Lan Li, Lan-wuli atau Lan Wo Li dengan pelabuhan laut yang bernama Ilamuridesam juga pernah disinggahi dan ditulis oleh Marco Polo yang berasal dari Venesia dalam sebuah buku perjalanan pulang dari Tiongkok menuju ke Persia atau Iran, dimana saat itu masih berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Sriwijaya di bawah wangsa (dinasti) Syailendra dengan raja pertamanya adalah Balaputradewa. Raja Balaputradewa yang berpusat di Palembang, Sumatera Selatan dengan daerah kekuasaannya yang kuat dan meluas, meliputi wilayah Pulau Bangka, Genting Kra, Tulang Bawang, Jambi, dan Pulau Jawa yang kemudian membangun Borobudur.
Kerajaan Sriwijaya yang sedang mencapai puncak kejayaannya dan kemakmurannya yang memainkan peran penting dengan menerapkan pola perdagangan yang terdiri atas tiga lapisan yakni pelabuhan dan pergudangan utama pada Palembang. Sedangkan pelabuhan dan pergudangan seperti Lamuri, Takuapa (Kedah), Lampung, Jambi, dan Sungsang serta pelabuhan kecil lainnya menggunakan alur sungai Musi dimana dalam alur perdagangan ini kerajaan mendapatkan upeti ternyata mengundang datangnya ekspedisi armada dari raja Rajendra Chola dari Chola India selatan pada tahun 1025 dengan melakukan serangan kepada seluruh pelabuhan-pelabuhan di Sriwijaya termasuk Lamuri dan Takuapa (Kedah) yang dihancurkan hingga sunyi seperti yang terdapat dalam prasasti Tanjore 1030 di India.
Akhirnya kerajaan Sriwijaya mengalami kekalahan dari serangan yang dilancarkan oleh Raja Rajendra Chola dan Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayatunggawarman dapat ditawan kemudian dilepas setelah mengaku takluk, tak lama kemudian armada Rajendra Chola kembali kenegerinya. Kewibawaan Sriwijaya sejak kekalahan mulai menurun dengan drastis yang memberikan kesempatan atau peluang bagi kerajaan-kerajaan yang dahulu berada di bawah kedaulatan Sriwijaya mulai memperbesar dan memperoleh kembali kedaulatan penuh. Kerajaan Sriwijaya berakhir pada tahun 1377.