Keunikan Tradisi Budaya di Medan

Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga serta dengan penduduk terbanyak urutan ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Medan memiliki berbagai macam suku etnis serta beragam budaya dan Medan merupakan kekuasaan Kesultanan Deli. Pada abad ke-19 beredar sebuah test Arab yang menyebutkan bahwa penduduk Sumatera itu adalah memakan daging manusia atau kanibalisme. Bahasa yang dipergunakan pada masyarakat Sumatera umumnya adalah bahasa Indonesia, wilayah Pesisir Timur seperti wilayah Serdang Bedagai, Batubara, Asahan, Pangkalan Dodek, dan Tanjung Balai, mayoritas penduduknya memakai Bahasa Melayu Dialek “O”. Suku Tionghoa dalam keseharian memakai bahasa Hokkian, selain bahasa Indonesia. Suku Batak dalam keseharian mereka menuturkan bahasa Batak, selain bahasa Indonesia.

KEUNIKAN TRADISI BUDAYA DI MEDAN

Bahasa suku Batak sendiri terbagi menjadi 4 logat yaitu Silindung, Samosir, Toba, dan Humbang. Upacara Lompat Batu di Nias tentu sudah Anda mengetahui budaya dari Nias tersebut dengan nama Hombo (lompat) batu yang merupakan tradisi budaya paling populer pada masyarakat Nias di Kabupaten Nias Selatan. Tradisi budaya ini dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari). Desa Bawo Mataluo atau Bukit Matahari merupakan desa yang kaya dengan situs megalitik atau batu besar berukir dan di dalamnya terdapat perumahan tradisional khas Nias atau omo hada.

KEUNIKAN TRADISI BUDAYA DI MEDAN

Selanjutnya adalah tradisi Bubur Pedas yang merupakan tradisi dari keluarga Kesultanan Melayu di Tanah Deli, yang sudah dilakukan secara turun-menurun. Tradisi Bubur Pedas selalu dilakukan selama bulan puasa bagi umat muslim. Makanan bubur pedas ini akan dibagikan kepada masyarakat secara gratis tanpa dipungut bayaran sama sekali. Tradisi ini hanya berlangsung satu kali dalam setahun dan sangat banyak masyarakat yang antusias dalam menjadi tenaga kerja yang akan membagikan bubur pedas ini tanpa dibayar sama sekali.

Author: